Belajar tiada henti, beribadah hingga mati
https://www.youtube.com/watch?v=FnZTpNlmuYM
Menyegarkan lagi makna silaturrahmi...
Khitaamuhu Misk….
Kemarin saya memberikan kajian surat Al-Muthaffifin. Salah satu yang dibahas adalah ayat 26, terdapat di dalam?nya lafaz ‘Khitaamuhu misk’. Dalam tafsir Al Jalain dijelaskan maksudnya adalah bahwa khamar yang menjadi minuman ahli surga, pada tegukan terakhirnya mengeluarkan aroma wangi minyak kesturi, sebagai pelegkap dari kenikmatan surgawi.
Istilah ‘khitaamuhu misk’ kemudian sering dipakai masyarakat Arab sebagai perumpamaan ketika seseorang mengakhiri sesuatu dengan baik. Kadang disebutk juga dengan istilah ‘Miskul khitam’.
Misalnya ketika dia ceramah, atau membuat tulisan, bagian akhirnya dibuat dengan mengesankan, maka akan dikatakan kepadanya, khitaamuhu misk.
Perumpamaan ini juga diucapkan tatkala seseorang mengakhiri karirnya dengan baik. Misalnya di dunia olahraga, setelah meraih emas di even internasional, dia menyatakan pensiun. Maka kepada dikatakan kepada orang ini ‘khitaamuhu misk’. Atau juga diucapkan kepada seseorang yang menyudahi tugasnya di lembaga-lembaga tertentu, dia tinggalkan lembaga tersebut dalam keadaan baik, kredibilitnya teruji dan penuh prestasi, maka dikatakan kepadanya; Khitaamuhu misk. Namanya harum dan dikenang dengan kebaikan.
Menjadi ingatan buat kita semua, agar dimanapun kita berada dan beraktifitas, saat kita meninggalkannya, jejak kebaikan kita hendaknya masih terasa dan ada manfaatnya. Orang-orang pun tanpa rekayasa dan diminta akan menjadi saksi kebaikan di muka bumi. Jika kita memiliki posisi tinggi dan pengaruh besar, semakin dituntut untuk mencapai predikat ‘khitaamuhu misk’, apalagi jika levelnya sudah nasional.
Betapa bahagianya seorang pemimpin, ketika dia purna tugas, jejaknya akan dikenang harum dengan nilai-nilai kebaikan; Keadilan tercipta, hukum ditegakkan, pendidikan terjangkau, ekonomi merata, dunia politik sportif dan kondusif. Maka orang seperti ini, kepergiannya akan diiringi apresiasi setingg-tingginya dan doa2 kebaikan setulus2nya.
Namun yang sungguh celaka adalah ketika yang ditinggalkan adalah jejak-jejak yang buruk bahkan jadi preseden buruk yang terwariskan; Ekonomi semakin dicengkram konglomerasi, hukum dikebiri, politik diatur oligarki dan melahirkan bid’ah politik dinasti, moral para siswa ditawarkan alat kontrasepsi. Orang seperti ini, bisa saja merekayasa dan membuat citra kebaikan. Namun di luaran sana kepergiannya akan mengundang caci maki yang ‘tulus’ dari masyarakat.
Masyarakat yang memberikan persaksian apa adanya, tanpa rekayasa dan iming-iming, itulah yang dikatakan sebagai ‘syuhada’ullah fil ardh’, para saksi Allah dimuka bumi dan Allah akan terima persaksiannya, apakah persaksiannya baik ataupun buruk.
Jangan main-main dengan persaksian masyarakat!!
https://youtu.be/RRKEtZV1czs?si=7THZ9WxLGfhMGAfI
Читать полностью…https://youtu.be/RNiJy5oABB0?si=pzg97_mhPaLm6Po1
Читать полностью…Karena idealnya, semakin bertambah ilmu, seseorang akan semakin mengetahui dan menyadari kebesaran Allah, kemudian hadir pengagungan dalam dirinya dan akhirnya membuat dia semakin tunduk kepada Allah.
Maka Allah firmankan,
اِنَّمَا يَخْشَى اللّٰهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمٰۤؤُاۗ
“Di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya, hanyalah orang-orang berilmu.” (QS. Fathir: 28)
Karena itu, seiring dengan perhatian besar setiap orang tua atas pendidikan anak-anaknya, jangan sekali-kali orang tua mengabaikan nilai-nilai keimanan, khususnya ajaran-ajaran dasar agama, baik Aqidah, ibadah maupun akhlak. Bahkan perkara ini seharusnya menjadi prioritas dalam pendidikan anak-anak kita.
Sungguh ironis jika didapatkan ada orang yang memiliki prestasi akademis yang tinggi, namun tidak disiplin shalat, atau jauh dari Al-Qur’an atau memiliki penyimpangan dasar soal Aqidah. Ilmu pegetahuan dan kesalehan bukan sesuatu yang berbenturan, justeru seharusnya saling menguatkan dan melengkapi. Betapa banyak para ilmuwan tetap dapat menjaga kesalehan dan ketakwaannya bahkan justeru itu menjadi keistimewaannya tersendiri.
Ketiga; Saat memperhatikan kualitas pendidikan anak-anak kita, jangan hanya berorientasi pada kecerdasan intelektual, sebab ini bukan satu-satunya penentu keberkasilan sang anak.
Apalagi jika kita menimbang dengan prinsip syariat Islam. Selain kecerdasan intelektual, penting diperhatikan kecerdasaan emosional dan sosialnya. Bahkan dalam banyak kondisi, kecerdasan emosional dan sosial seseorang lebih membuatnya berhasil ketimbang kecerdasan intelektual. Sebaliknya, kecerdasan intelektual tanpa diimbanngi oleh kecerdasan emosional dan sosial tak jarang menimbulkan problem kehidupan, baik bagi dirinya ataupun orang lain.
Kecerdasan emosional adalah membangun mental yang sehat, mampu menata hati hingga stabil dengan sifat-sifat mulia, seperti jujur, amanah, sabar, Syukur, rendah hati, ridha, tawakkal dan semacamnya.
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, Rasulullah saw bersabda,
أَلَا إِنَّ فِي الجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الجَسَدُ كُلُّهُ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الجَسَدُ كُلُّهُ؛ أَلَا وَهِيَ القَلْبُ
“Ingatlah sesungguhnya di dalam jasad terdapat segumpal daging, apabila segumpal daging itu baik maka baik pula seluruh jasad, namun apabila segumpal daging itu rusak maka rusak pula seluruh jasad. Perhatikanlah, bahwa segumpal daging itu adalah hati!” (Muttafaq alaih)
Mengajak anak untuk selalu dekat kepada Allah dengan ragam ibadah dan ketaatan, tilawah dan zikrullah, lalu memberikan kasih sayang dan perhatian yang cukup serta menciptakan suasan rumah tangga yang harmonis adalah hal-hal yan dapat dilakukan orang tua untuk membentuk Kesehatan mental anak.
Adapun kecerdasan sosial berkaitan dengan kualitas pergaulan di tengah ligkungannya. Pandai bergaul dan akrab namun bernilai positif, peka dan peduli terhadap permasalahan yang terjadi di sekitarnya. Intinya dia memerankan perintah Rasulullah saw setelah perintah takwa dan berbuat Kebajikan. Nabi saw berpesan;
وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ
“Dan pergaulilah manusia dengan pergaulan yang baik.” (HR. Tirmizi)
Alangkah baiknya jika putra putri kita, selain giat belajar, juga didorong untuk aktif dalam berbagai kegiatan positif, bergabung dalam komunitas dan organisasi yang baik. Baik di sekolah ataupun di luar sekolah, agar mentalnya terlatih dan jiwa sosialnya terasah. Apabila kecerdasan intelektual diimbangi dengan kecerdasan emosional dan sosial, diharapkan melahirkan pribadi yang berkarakter baik dan tangguh. Selain kesibukan pada hal yang positif akan menutup celah masuknya ajakan negative dan keburukan pada anak.
Ma’asyirol mu’minin rohimakumullah….
https://youtu.be/brlkY6EQuck?si=wXQZl_249NVwewh2
Читать полностью…aum kafir Quraisy.
Pada tataran ini, kita diingatkan oleh ikrar yang selalu kita nyatakan sehari-hari dalam shalat kita;
إن صلاتي ونسكي ومحيايا ومماتي لله رب العالمين
Ma’asyiral mukminin rahimakumullah.
Selain penghambaan kepada Allah, berkurban dan ibadah haji juga mengajarkan kita untuk memuliakan dan menghormati manusia. Sebab manusia adalah makhluk yang Allah muliakan di antara makhluk lainya. Allah taala berfirman,
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُم مِّنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَىٰ كَثِيرٍ مِّمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلًا
“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” (QS. Al Isra: 70)
Berkurban dan ibadah haji mengajarkan kita untuk menghormati manusia, apapun latar belakangnya, rasnya, bangsanya, warna kulitnya, bahkan apapun agama dan keyakinannya. Manusia tidak boleh disakiti, dinista atau dihina, apalagi kepada sesama orang beriman. Tidak ada satupun alasan bagi seseorang untuk begitu saja boleh menyakiti saudaranya, membuatnya rugi dan menderita, apakah terkait dengan fisiknya, hartanya ataupun kehormatannya.
Hari ini disebut yaumunnahr, hari raya kurban, hari yang paling mulia, bulan Zulhijah, adalah salah satu bulan mulia, akan bertambah mulia lagi jika seseorang sedang berada di negeri mulia, tanah haram. Maka berkumpullah segala kemuliaan itu. Dari sinilah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam ingin memberikan gambaran dan perbandingan terkait kemuliaan dan kehormatan manusia.
Sebagaimana diriwayatkan dalam shahih Bukhari, tepat di hari seperti ini, hari ke 10 Zulhijah, di Mina saat melaksnakan haji Wada, 15 abad yang lalu, Rasulullah saw menyampaikan pidato yang salah satu isinya berkaitan tentang besarnya kehormatan manusia, agar jangan di sakiti dan dizalim. Di antara pidatonya, beliau bersabda,
فإنَّ دِمَاءَكُمْ، وأَمْوَالَكُمْ، وأَعْرَاضَكُمْ، علَيْكُم حَرَامٌ، كَحُرْمَةِ يَومِكُمْ هذا، في شَهْرِكُمْ هذا، في بَلَدِكُمْ هذا
“Sesungguhnya darah saudara kalian, harta saudara kalian dan kehormatan saudara kalian, mulia dan terhormat di hadapan kalian, haram dirusak dan dizalimi, sebagaimana terhormatnya hari ini, bulan ini dan negeri ini (tanah haram).”
Inilah syariat Islam, sangat jelas mengajarkan umatnya untuk menjaga hak-hak dasar manusia. Agar jangan lagi ada orang yang mudah menghilangkan nyawa orang lain tanpa haq, jangan lagi ada orang yang ringan mengambil harta orang lain, baik terang-terangan maupun tersembunyi, baik harta pribadi apalagi harta publik seperti korupsi dan manipulasi. Jangan lagi ada orang yang dijatuhkan martabatnya semata karena kedengkian dan permusuhan pribadi. Karena hak-hak manusia harus dihormati, sebagaimana kita menghormati hari mulia, bulan mulia dan negeri mulia.
Ini semua adalah bagian ketakwaan yang tidak dapat dipisahkan dari ketundukan kita kepada Allah. Jangan lagi ada orang yang merasa tidak bersalah telah melakukan berbagai tindakan kezaliman hanya semata karena dia merasa telah menjaga shalatnya, banyak puasanya, rajin tilawahnya atau berkali-kali melaksanakan ibadah haji dan umrah. Semua itu tak lantas menjadikan kezalimannya terampuni kecuali dia bertaubat dengan menghentikan kezalimannya, meminta maaf dan mengembalikan hak-hak saudaranya.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ كَانَتْ عِندَهُ مَظْلَمَةٌ لِأَخِيهِ، مِنْ عِرْضِهِ أو مِنْ شَيْءٍ، فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهُ اليومَ قَبْلَ أَن لا يَكُونَ دِينَارٌ ولا دِرْهَمٌ؛ إِنْ كَانَ له عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ مِنْهُ بِقَدْرِ مَظْلَمَتِهِ، وَإِن لَمْ يَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أَخَذَ مِنْ سَيِّئَاتِ صَاحِبِهِ فَحُمِلَ عَلَيْهِ
"Siapa saja yang pernah melakukan suatu kezaliman terhadap saudaranya, baik itu harga diri ataupun perkara lain, maka hendaklah ia meminta untuk dihalalkan pada saat ini sebelum datang hari dimana dinar dan dirham sudah tidak berlaku. Jika dia memiliki amal saleh maka aka
https://youtu.be/kkl8RqADYpE?si=tCjk3-NxZQpx7tE9
Читать полностью…SPIRIT TALBIYAH...
Talbiyah adalah lafaz yang agung. Siapapun orang beriman kan bergetar jiwanya saat membacanya atau mendengarnya. Bisa dibayangkan jika lafaz ini dibaca saat moment ihram dalam ibadah haji atau umrah.
Sunah membaca talbiyah memang hanya berlaku bagi mereka yang umrah atau haji, tapi spirit yang terkandung dalam talbiyah dapat diraih siapa saja, yang umrah dan haji atau yang tidak. Bahkan, jika haji dan umrah wajib bagi yang punya harta cukup, spirit talbiyah wajib bagi siapa saja yang beriman, baik hartanya berlimpah ataupun tidak.
Talbiyah berasal dari kata labbaa yulabbii, artinya memenuhi panggilan. Kata labbaika biasa diucapkan ketika kita sigap memenuhi panggilan seseorang yang kita muliakan. Dalam beberapa riwayat, para sahabat ketika dipanggil Rasulullah saw, mengatakan ‘labbaika ya Rasulallah…’ Dalam bahasa kita, kata labbaika dapat dengan sederhana diartikan dengan kata, ‘Siap!”
Seruan Allah bukan hanya haji dan umrah, tapi semua perintah yang Allah serukan. Pada titik inilah sebagai orang beriman kita dituntut memiliki spirit talbiyah, yaitu kesiapan seseorang untuk memenuhi setiap seruan dan panggilan Allah Taala.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ ۖ
“Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah seruan Allah dan Rasul, apabila dia menyerumu kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepadamu..” (QS. Al Anfal: 24)
Dengan spirit ini, maka keimanan akan hidup dan kehidupan akan nyata terwarnai oleh nilai-nilai keimanan, tidak kalah dari kemuliaan dan keagungan ibadah haji dan umrah itu sendiri.
Sebaliknya, jika ibadah haji dan umrah yang telah dilakukan, bahkan walau berkali-kali, namun spirit talbiyah tidak tampak dalam kehidupan sehari-hari dengan mengabaikan segala kewajiban dan ringan melakukan kemungkaran, maka haji dan umrahnya tidak dapat membantunya untuk meraih ketinggian derajat di sisi Allah Taala. Wallahu a’lam.
Abdullah Haidir
https://www.instagram.com/reel/C7_Wef9sNzU/?igsh=dnp0b2Zvb2xvYWl4
Читать полностью…Cuma Sebentar Doang…..
Ramadan yang sekian waktu lalu kita tunggu-tunggu kedatangannya, kini ‘tau-tau’ sudah berada di penghujung. Waktu sangat cepat berlalu. Ramadan cuma sebentar saja. Makanya Allah taala tidak membahasakan masa puasa Ramadan dengan kata ‘syahrun kaamil’ (sebulan penuh) tapi ‘ayyaaman ma’duudaat’ yang kalau boleh diterjemahkan dengan bahasa bebas, artinya; ‘Cuma beberapa hari saja.’ Dalam Tafsir Al-Jalalain diberi komentar, ‘Dikesankan sedikit harinya untuk memudahkan bagi mereka yang terkena kewajiban.’
Nyatanya apapun yang kita lakukan, baik ketaatan maupun kemaksiatan, hakekatnya memang cuma sesaat saja. Orang Depok bilang, ‘Sebentar doang’.
Pelajarannya adalah, jangan lemah melakukan ketaatan, kalaupun kita dapati rasa letih, capek, atau apapun yang terasa memberatkannya, toh semua itu cuma sebentar saja, tak lama kemudian akan sirna. Yang tersisa adalah harapan besar akan ridha dan balasan kebaikan dari Allah taala, jauh lebih besar dibanding letih dan berbagai kesulitan yang kita hadapi. Bahkan di dunia pun sudah akan kita rasakan berbagai kesenangan dan kenikmatan, buah dari ketaatan semisal saat berbuka dan berlebaran bagi mereka yang berpuasa.
Sebaliknya, jangan mudah melakukan kemaksiatan karena janji dan iming-iming kenikmatan dan berbagai kesenangan. Kalaupun hal itu didapatkan, itupun cuma sebentar saja. Tak lama kemudian, hilang sudah kenikmatan dan kesenangan dari hasil maksiat tersebut. Yang tersisa adalah dosa dan ancaman azab dari Allah, tak sebanding dengan kesenangan dan kenikmatan yang didapat. Faktanya, di dunia saja sudah sering kita saksikan, buah kemaksiatan melahirkan pedih dan perih serta penyesalan tiada tara. Apalagi di akhirat.
Ibnu Al Jauzi mengatakan,
إِنَّ مَشَقَّةَ الطَّاعَةِ تَذْهَبُ، وَيَبْقَى ثَوَابُهَا، وَإِنَّ لَذَّةَ الْمَعَاصِي تَذْهَبُ، وَيَبْقَى عِقَابُهَا
“Sesungguhnya, beratnya ketaatan akan sirna, yang tersisa adalah pahalanya. Dan kenikmatan maksiat juga akan sirna, yang tersisa adalah siksanya.”
https://youtu.be/nbi3pTXFlT8?si=43dz7c3Tb1CvUMeU
Читать полностью…Sunnah Mahjuroh (sunah yg ditinggalkan); Azan Subuh pertama...
Tayangan ini adalah azan Shubuh yg berkumandang pagi ini (3/3/'24) di Masjid Nabawi, waktu Saudi menunjukkan pukul 4.30. Sementara waktu Shubuh hari ini di Madinah adalah jam 5.30. Berarti azannya sejam sebelum masuk waktu Shubuh. Disebut sebagai azan subuh pertama. Sedang azan Subuh kedua dilakukan saat sudah masuk waktu Subuh. Azannya secara umum tidak beda antara yg pertama dan kedua, hanya saja azan pertama muazi tidak membaca assholaatu khoirumminannauum...
Pada zaman Nabi saw, azan seperti ini disebut azannya Bilal, sebab beliau yang mengumandangkannya. Tujuannya untuk memberitahu orang yg ingin berpuasa agar makan dan minum untuk sahur dan orang yang masih tidur agar bangun untuk persiapan shalat Shuhuh. Sedangkan azan yaang dkumandangkan ketika masuk waktu Shubuh disebut sebagai azannya Ibnu Ummi Maktum, sebab beliau yang mengumandangkanya. Karena beliau buta, maka beliau hanya azan jika ada orang yg memberitahu bahwa waktu Subuh sudah masuk.. (HR. Muslim).
Ini memang sunah yang sudah jarang dipakai di berbagai negeri Islam, diistilahkan sebagai sunnah mahjuroh. Di Jakarta dahulu beberapa masjid melakukannya, entah sekarang... bagus kalau ada yg menghidupkannya kembali sebagai upaya ihya'ussunnah (menghidupkan sunah). Wallahu a'lam
https://youtu.be/lzYR_iXYtl4?si=eU9-ydgzaPxaHNMX
Читать полностью…La'in Syakartum...... Dan Kemerdekaan
Apakah ayat yang sangat populer tentang syukur? Yak betul... "La'in syakartum la'aziidannakum..." (QS Ibrahim : 7).
Saya tak perlu lagi tulis teks dan terjemahannya karena umumnya telah dihapal ayat dan maknanya.
Dalam konteks apa ayat tersebut Allah nyatakan? Dalam kontek mengingatkan Bani Israel atas nikmat yang Allah berikan kepada mereka berupa diselamatkannya mereka dari 'penjajah' Fir'aun. Sila dibaca ayat sebelumnya.
Dalam tafsir Al Jalalain dengan singkat dan padat dijelaskan bahwa makna 'la in syakartum' (jika kamu bersyukur), yaitu; bittauhid wathoo'ah. Artinya adalah dengan mewujudkan tauhid dan ketaatan.
Artinya, mereka yang hadirkan tauhid dalam kehidupannya dan ketaatan kepada kepada Allah dalam kesehariannya, sesungguhnya dialah orang yang sejatinya 'memperingati kemerdekaannya'. Karena hakekatnya, untuk itulah kemenangan dan kekuasaan Allah berikan...
ٱلَّذِینَ إِن مَّكَّنَّـٰهُمۡ فِی ٱلۡأَرۡضِ أَقَامُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَوُا۟ ٱلزَّكَوٰةَ وَأَمَرُوا۟ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَنَهَوۡا۟ عَنِ ٱلۡمُنكَرِۗ وَلِلَّهِ عَـٰقِبَةُ ٱلۡأُمُورِ
[سُورَةُ الحَجِّ: ٤١]
(Yaitu) orang-orang yang jika Kami berikan kedudukan di bumi, mereka melaksanakan salat, menunaikan zakat, dan menyuruh berbuat makruf dan mencegah dari yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan. (QS. Al Hajj: 41)
Bagaimana faktanya sikap Bani Israil setelah Allah merdekakan mereka dari 'penjajah' Fir'aun? Silakan baca sejarahnya..
Allah banyak kisahkan Bani Israil dalam Al Quran, kata para ulama, agar jadi pelajaran bagi umat Islam untuk jangan mengulangi kelakuan mereka... Wallahu a'lam
Ingatkan Mereka Dengan Hari-Hari Allah (Asyuro)
Kalau ada hari yang layak diperingati, dialah hari Asyuro. Allah mengisyaratkan hal ini dalam Al-Quran di surat Ibrahim ayat 5;
وَذَكِّرْهُم بِأَيَّامِ اللَّهِ
“Dan ingatkanlah mereka kepada hari-hari Allah".
Allah perintahkan Nabi Musa alaihissalam agar memperingatkan kaumnya dengan hari-hari Allah (Ayyaamullah). Para ulama tafsir umumnya menjelaskan bahwa yang dimaksud hari-hari Allah adalah hari saat Allah menurunkan pertolongannya kepada hamba-hambaNya dari kezaliman dan penindasan. Dalam konteks kisah Nabi Musa, hal tersebut sangat tampak saat Allah selamatkan Nabi Musa alaihissalam dan Bani Israel, sementara Fir’aun yang mengejar mereka dan balatentaranya Allah tenggelamkan di laut merah. Hal itu terjadi pada hari sepuluh Muharram. Kemudian dikenal sebagai hari Asyuro.
Hari Asyruro semestinya mengingatkan setiap hamba Allah bahwa pertolonganNya pasti akan diberikan kepada setiap hambaNya. Perkara kapan, itu menjadi hak mutlak Allah. Tugas seorang hamba hanyalah tetap berjuang, jangan putus asa dan hilangn harapan, juga jangan menggadaikan prinsip-prinsip perjuangan.
Sebaliknya, Asyuro juga menjadi peringatan bagi para penindas dan pelaku kezaliman. Sekuat dan sehebat apapun, akan ada saatnya kalian lemah tak berdaya. Yang tersisa hanyalah balasan dan azab pedih yang menanti jika dia tak sempat bertaubat dengan sebenarnya. Sudah tak terbilang bukti bahwa kezaliman akhirnya akan tumbang. Kalaupun tidak, azab akhirat jauh lebih pedih.
Selamat berpuasa Asyuro, laksanakan sunahnya ambil hikmahnya....
العلم ثلاثة أشبار، من دخل في الشبر الأول تكبر، ومن دخل في الشبر الثانى تواضع، ومن دخل في الشبر الثالث علم أنه ما يعلم
“Ilmu itu ada tiga jengkal. Pada jengkal pertama, dia menjadi sombong. Pada jengkal kedua dia menjadi tawadhu. Pada jengkal ketiga, dia baru menyadari bahwa dirinya tidak tahu (masih sedikit ilmunya).”
(Hilyah Tholibil ‘Ilmi, hal. 79)
Demikian, perkara-perkara yang harus kita perhatikan saat kita sebagai orang tua sedang mempersiapkan pendidikan terbaik untuk puteri puteri kita tercinta. Semoga Allah selalu bimbing anak keturunan kita, dimudahkan pendidikannya, diberikan ilmu yang bermanfaat serta dijauhkan dari segala ffitnah, baik yang tampak maupun tersembunyi. Kita sebagai orang tua diberikan kekuatan untuk terus membina mereka dan ditolong dalam menghadapi segala kesulitan.
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيمِ، أَقُولُ مَا تَسْمَعُونَ وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
(Khutbah kedua)
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ وَحْدَهُ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَىٰ مَنْ لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ وَعَلَىٰ آلِهِ وَصَحْبِهِ وَالتَّابِعِينَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَىٰ يَوْمِ الدِّينِ، أَمَّا بَعْدُ.
فَيَا عِبَادَ اللهِ، أُوصِيكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُونَ. حَيْثُ قَالَ تَعَالَى:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا.
وَاعْلَمُوا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بَدَأَ فِيه بِنَفْسِهِ وَثَنَّى بِالْمَلَائِكَةِ الْمُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ وَثَلَّثَ بِكُمْ أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ، حَيْثُ قَالَ تَعَالَى: إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا . اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَىٰ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَىٰ آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ، الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ. اَللَّهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْوَبَاءَ والرِّبَا والزِّناَ وَالزَّلَازِلَ وَالْمِحَنَ وَسُوءَ الْفِتَنِ وَالْمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا إِنْدُونِيسِيَّا خَاصَّةً وَسَائِرِ الْبُلْدَانِ الْمُسْلِمِينَ عَامَّةً ، يَا رَبَّ الْعَالَمِينَ.
اَللَّهُمَّ انْصُرْ أَهْلَ فِلَسْطِينِ، اَللَّهُمَّ انْصُرْ أَهْلَ غَزَّةَ، اَللَّهُمَّ أَفْرِغْ عَلَيْهِمْ صَبْرًا وَثَبِّتْ أَقْدَامَهُمْ، اَللَّهُمَّ انْصُرِ الْمُجَاهِدِينَ فِي فِلَسْطِينِ اللهُمَّ َقَوِّ عَزَائِمَهُمْ وَسَدِّدْ رَمْيَهُمْ وَوَحِّدْ كَلِمَتَهُمْ، اَللَّهُمَّ يَا مُنْزِلَ الْكِتَابِ وَيَا مُجْرِيَ السَّحَابِ وَيَا هَازِمَ الْأَحْزَابِ ، اهْزِمِ الْيَهُودَ الْغَاصِبِينَ الْمُعْتَدِينَ ، وَزَلْزِلِ الْأَرْضَ تَحْتَ أَقْدَامِهِمْ، اَللَّهُمَّ أَحْصِهِمْ عَدَدًا وَاقْتُلْهُمْ بَدَدًا يَا عَزِيزُ يَا جَبَّارُ.
وَصَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَىٰ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَىٰ آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ.
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَيَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ، فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوهُ عَلَىٰ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ والله يعلم ما تَصْنَعُون
Khutbah Jum’at:
Tiga Pesan Penting Untuk Orang Tua Terkait Pendidikan Anaknya
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ، اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِي عَلَّمَ الْإِنسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللّٰهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ. وَصَلَّى اللّٰهُ وَسَلَّمَ عَلَى رسوله الأمين الرحمة الْمُهْدَاه سَيِّدَنَا مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللّٰهِ وَعَلَىٰ آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالَاهُ ، أَمَّا بَعْدُ.
فَيَا عِبَادَ اللّٰهِ أُوصِيكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللّٰهِ ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُونَ. قَالَ اللّٰهُ عَزَّ وجَلَّ : يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
Kaum muslimin, jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah Taala.
Dunia Pendidikan di negeri kita hari-hari ini disibukkan oleh pelaksanaan wisuda di berbagai lembaga pendidikan dan kesibukan para orang tua mencarikan sekolah dan kampus bagi putera puteri mereka.
Meskipun ini perkara rutin tahunan, namun setidaknya hal ini menggambarkan kesadaran orang tua tentang betapa pentingnya pendidikan bagi generasi yang sedang tumbuh. Memberikan pendidikan terbaik adalah kewajiban orang tua bagi anak-anak mereka, selain bahwa fitrah manusia, setiap orang tua pastilah menginginkan anak-anaknya menjadi generasi yang kuat, bukan generasi yang lemah. Dan salah salah satu sumber kekuatan adalah ilmu pengetahuan yang dapat diraih dengan pendidikan.
Allah Taala berfirman;
وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا (سورة النساء: 9)
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka.” (QS. An-Nisa: 9)
Ma’asyirol mu’minin rohimakumullah….
di Tengah kesibukan dan kesungguhan memperhatikan pendidikan bagi anak-anak kita, ada beberpa hal yang penting kita sadari sebagai orang tua terkait dengan masalah pendidikan anak. Agar kesibukan dan kesungguhan kita berbanding lurus dengan hakekat dan makna pendikan itu sendiri, juga berbanding lurus dengan hasil yang diinginkan, khususnya dalam kaca mata ajaran dan nilai Islam.
Pertama: Pihak yang paling bertanggung jawab untuk mendidik anak-anak kita tak lain adalah kita sendiri sebagai orang tuanya. Maka kalaupun kita serahkan anak kita ke berbagai lembaga pendidikan untuk belajar di sana, jangan sampai orang tua lepas tangan secara total untuk mendidik anak-anaknya.
Sesibuk apapun, hendaknya orang tua tetap memberikan perhatiannya, nasehatnya, peringatannya dan yang paling utama adalah memberikan teladan baik kepada anaknya, tentu saja semua itu dilakukan dengan penuh cinta dan kasih sayang. Iringi pula anak-anak kita dengan doa yang tak putus untuk kebaikan mereka, perlindungan mereka dan kesuksesan mereka.
Dalam Al-Quran, kita dikenalkan pada sosok yang namanya diabadikan menjadi salah satu nama surat dalam Al-Quran, yaitu ‘Luqman’. Dia adalah figur seorang ayah yang dengan lembut namun tegas sering memberikan arahan dan didikan kepada anaknya. Di antaranya adalah firman Allah Taala;
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ ۖ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.” (QS. Luqman: 13)
Insya Allah nasehat dan bimbingan yang tulus apalagi diiringi teladan yang baik akan berikan pengaruh yang sangat besar bagi sang anak sepanjang kehidupannya.
Kedua: Dalam konteks keimanan dan akidah kita, pencapaian tertinggi pendidikan bukan pada nilai dan gelar akademis yang disandang ataupun pencapaian materi dan kedudukan, tapi pada ketundukan kepada Allah Taala. Maka ilmu hanyalah sarana, bukan tujuan. Sarana bagi kita untuk semakin dekat dan tunduk kepada Allah.
n diambil dari pahala amalan salehnya sebanyak kezalimannya, dan jika ia tidak memiliki kebaikan, maka akan diambil dosa orang yang dizaliminya kemudian dibebankan kepadanya." (HR. Bukhari)
Bahkan, pemuliaan terhadap hak-hak dasar manusia tidak hanya pada sikap tidak menyakiti saudara kita, tapi sampai dalam taraf kebaikan dan sikap peduli yang harus kita berikan kepada saudara kita, dengan berbagi, berkata baik, saling tolong menolong, hingga membela dan membantunya saat menghadapi kezaliman.
Khusus untuk masalah terakhir ini, jangan lupakan perhatian kita, kepedulian kita dan pertolongan yang dapat kita berikann untuk saudara-saudara kita di Palestina dan di Gaza khususnya. Mereka sedang menghadapi tindakan kezaliman dan kejahatan tiada tara dari kaum Zionist Yahudi, wajib bagi kita umat Islam memberikan perhatian, kepedulian dan pertolongan. Diam tak berpihak, apalagi nyata-nyata berpihak kepada pihak yang zalim, adalah kezaliman itu sendiri dan sikap merendahkan harkat manusia.
Semoga Allah kuatkan hati kita, teguhkan jiwa kita untuk selalu menyusuri jalan Allah dengan selalu menghamba kepada Allah semata serta menghormati sesama manusia.
بارك الله لي ولكم في القرآن العظيم ونفعني به وإياكم من الآيات والذكر الحكيم أقول ما تسمعون وأستغفر الله لي ولكم إنه هو السميع العليم
Berikutnya, khutbah kedua…..
Khutbah Idul Adha:
TAKWA ADALAH MENGHAMBA DAN MEMULIAKAN HARKAT MANUSIA
اللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ
اللهُ اَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَّأَصِيْلًا لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ وَ اللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَللهِ الْحَمْدُ. الْحَمْدُ للهِ الْحَمْدُ للهِ الْخَالِقِ. وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ اَفْضَلِ الْخَلْقِ وَالْخَلَائِقِ. أَشْهَدُ اَنْ لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ الْمَنَّانُ. الَّذِيْ اَنْعَمَنَا بِنِعْمَةِ الْاِسْلَامِ وَالْاِيْمَانِ. وَ أَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا وَحَبِيْبَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اِلَى جَمِيْعِ الْاِنْسَانِ وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ وَتَابِعِهِمْ اِلَى اٰخِرِ الزَّمَانِ. اَمَّا بَعْدُ
فَيَاأَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَ نَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ لَن يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَٰكِن يَنَالُهُ التَّقْوَىٰ مِنكُمْ ۚ
Ma’aasyiral mukminiin jamaah shalat Idul Adha rahimakumullah
Lantunan puji Syukur, kalimat tahlil dan takbir kita kumandangan untuk menghadirkan penghambaan dan rasa Syukur atas nikmat Allah di hari-hari yang mulia ini. Hari-hari yang menjadikan amal ibadah kita menjadi amal ibadah yang lebih Allah cintai di banding amal ibadah yang dilakukan pada hari-hari lainnya.
Di antara amal ibadah yang spesial di hari-hari ini dan tidak terdapat pada hari-hari lainnya adalah ibadah haji dan kurban. Kedua ibadah ini sangat pekat dan sarat dengan nilai penghambaan kepada Allah. Apalagi kalau melihat latar belakang kisah Nabi Ibrahim alaihissalam yang memiliki ikatan kuat dengan kedua ibadah tersebut.
Perhatikanlah Nabi Ibrahim alaihissalam. Dia diperintahkan Allah untuk menempatkan isterinya, Hajar dan puteranya Ismail di lembah yang tandus dan gersang tak berpenghuni, lalu dia diperintahkan membangun Ka’bah, selesai membangun Ka’bah diperintahkan menyeru umat manusia untuk menunaikan ibadah haji, kemudian diperintahkan pula menyembelih putera tersayangnya; Ismail alaihissalam. Semua perintah tersebut dia sambut dengan segenap kesiapan melaksanakannya semaksimal mungkin sehingga Allah berikan beliau kedudukan tinggi sebagai pemimpin.
وَإِذِ ابْتَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ رَبُّهُ بِكَلِمَاتٍ فَأَتَمَّهُنَّ ۖ قَالَ إِنِّي جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا
“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: "Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia.” (QS. Baqarah: 124)
Demikianlah beliau memberikan keteladanan agung bagi kita umat Islam yang kini diabadikan dalam syariat kurban dan haji. Keteladanan berupa semangat penghambaan saat berhadapan dengan syariat dan ajaran Allah Taala.
Apa yang membuat umat Islam bersemangat untuk mengurbankan seekor kambing atau sepertujuh sapi, bahkan ada sebagian orang yang rela menyisihkan penghasilannya yang sedikit demi untuk bisa berkurban? Apa pula yang menggerakan jutaan umat Islam menuju Baitullah dari negerinya masing-masing yang sangat jauh, mengeluarkan biaya besar dan tenaga ekstra dengan resiko yang tidak kecil? Satu kata kunci yang dapat menjadi jawaban dari pertnyaan di atas, yaitu penghambaan kepada Allah Taala.
Inilah semangat yang seharusnya kita tumbuhkan dalam kehidupan kita sehari-hari dan inilah yang menjadi inti ketakwaan. Mustahil ketakwaan diraih tanpa penghambaan. Penghambaan kita kepada Allah akan terwujud manakala kesiapan melaksanakan perintah Allah mendahului segala simbol dan atribut yang kita miliki; Kecerdasan dan wawasan, pangkat dan jabatan, popularitas dan kekayaan, ego dan kesombongan.
Betapa banyak ketaatan dan ketundukan kepada Allah terhalang oleh kecerdasan seperti Iblis yang pandai mencari alasan, betapa banyak ketundukan terhenti oleh pangkat dan jabatan sepserti Namruz dan fir’aun, betapa banyak ketundukan kepada syariat Allah terhalang oleh ego dan kesombongan seperti
Takbir Muqoyyad….
(و) يكبر (في) عيد (الأضحى خَلف الصلوات المفروضات) من مؤداة وفائتة؛ وكذا خلف راتبة ونفل مطلق وصلاة جنازة، (مِن صُبح يوم عرفةَ إلى العصر من آخر أيام التشريق)
Dan (disunahkan) bertakbir pada Idul Adha setiap selesai shalat fardhu, baik yang dilakukan langsung atau qadha, demikian juga setiap selesai shalat sunah rawatib, shalat sunah mutlak dan shalat jenazah, dari sejak shalat Shubuh hari Arafah (tgl 9 Zulhijah) hingga shalat Ashar di akhir hari tasyriq (tgl 13 Zulhijah).
Adapun redaksi takbir adalah sebagai berikut;
اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، لاَ إِلهَ إلاَّ اللهَ، وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أكبَرُ، وَلِلّهِ الْحَمْدُ، اللهُ أَكبَرُ كَبِيرًا، وَالْحَمْدُ لِلّهِ كَثِيرًا، وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيلاً، لاَ إِلهَ إلاَّ اللهَ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ، وَنَصَرَ عَبْدَهُ، وَأَعَزَّ جُنْدَهُ، وَهَزَّمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ
“Allah Maha Besar, Allah Maha besar, Laa ilaaha illallah wallahu akbar, Allahu akbar wa lillahilhamd. Allahu Maha Besar, segala puji yang banyak milik Allah, maha suci Allah setiap pagi dan petang. Tidak ada tuhan yang disembah selain Allah semata, Dia benar janjinya, menolang hambaNya, memuliakan tentaranya dan hanya Dia yang mengalahkan pasukan musuh.”
Sumber: Kitab Fathul Qarib, Bab Shalatul Idain, hal. 103 (berdasarkan penomoran Al Maktabah As-Syamilah)
Abdullah Haidir
Al Allamah Syekh Muhamad Al Dedew :
*Kapan puasa Arafah di negeri yang penetapannya berbeda dengan penetapan Mekah (wuquf Arafah)*
*Tanya:*
Syekh yang mulia, ada yang bertanya, ada beberapa negara yang penetapan awal Zulhijahnya berbeda dengan tanah haram, sehingga hari Arafah di Arab Saudi tidak sama dengan hari Arafah di negerinya. Bagaimana dia berpuasa, apakah dia berpuasa pada hari itu atau apa yang harus dia lakukan?
*Jawab:*
Di masa Nabi shallallahu alaihi wa sallam, ketika beliau memerintahkan puasa Arafah, maka yang dimaksud hari Arafah adalah hari ke Sembilan bulan Zulhijah (tanggal 9 Zulhijah). Dan saat itu kita belum memiliki media informasi, Al-Jazeera (chanel Al-jazeera, maksudnya) belum ada juga sehingga para jamaah haji dari bukit Arafah dapat memberikan informasi kepada kita. Yang orang tahu saat itu bahwa hari Arafah adalah hari (tanggal) 9 Zulhijah saja. Maka inilah yang menjadi patokan hukumnya, yaitu (bahwa hari Arafah adalah) hari tanggal 9 Zulhijah di tempat seseorang berada.
Lebih khusus lagi jika terjadi perbedaan mathla (tempat munculnya hilal), jika terjadi perbedaan waktu sekian jam antara daerah, maka mereka (penduduk daerah lain yang berbeda mathla) tidak mungkin mulai berpuasa seperti waktu kita berpuasa, berlebaran di hari kita lebaran dan shalat Id di hari kita shalat Id.
https://youtu.be/018ULa96mb4?si=uSDp25nVPfKMsuA1
Читать полностью…https://youtu.be/-Tw2bcKiHuM?si=su8U4R37MBdAL8cU
Читать полностью…https://youtu.be/62X_R44Q2s4?si=rhMObpvHlBB9yFFX
Читать полностью…https://youtu.be/OSNPjAxjHMM?si=3iC41OxOFTABkMgd
Читать полностью…Mengelola Kekecewaan
Kecewa adalah bagian kehidupan yang tak terpisahkan. Karena sunatullah, hidup ini tidak selalu rata dan lempang sesuai apa mau kita. Naik turun, pasang surut, menang kalah, untung rugi, dia selalu datang silih berganti. Dalam hidup, pasti ada yang tidak sesuai ekspektasi, maka kecewa, dengan kadar masing-masing, pasti kan menghampiri. Jika ada yang mengatakan bahwa dia tidak pernah kecewa, maka dua kemungkinan, apakah dia berdusta, atau kehidupannya tidak normal.
Yang terpenting bukan masalah kecewanya, tapi bagaimana kita mengelolanya. Kekecewaan dapat berujung pada tindakan yang justeru merugikan dan lebih buruk, tapi juga dapat jadi energi besar untuk lakukan langkah-langkah kebaikan. Sekali lagi, tergantung bagaimana kita mengelolanya.
Ada sebagian orang yang karena kecewa pada orang tertentu, dia terjerumus dalam dunia prostitusi, kecanduan miras atau narkoba. Ada juga yang karena kecewa lalu putus asa hingga nekat bunuh diri. Ada lagi yang kecewa, lalu dia melontarkan kata-kata kasar, mudah menuduh, menyebarkan berita dusta, atau perbuatan lain yang melanggar aturan, baik aturan syariat ataupun konstitusi. Itu sedikit gambaran ‘salah kelola’ kekecewaan. Betapapun di sana ada pelanggaran atau kezaliman pihak lain, itu semua tidak boleh melegitimasi pelampiasan kekecewaan yang salah.
Maka yang kita butuhkan adalah mengelola kekecewaan dengan benar. Misalnya, jika disana ada kezaliman, maka lakukan perlawanan dengan tepat, efektif dan sesuai aturan. Atau kecewa karena apa saja, maka kita sikapi dengan mengatur strategi dan langkah antisipasi agar kekecewaan yang sama tidak berulang, membangkitkan tekad dan mengerahkan segenap tenaga dan kemampuan untuk membalas kekecewaan yang ada sekarang dengan meraih keberhasilan kedepan.
Kecewapun dapat kita jadikan sarana untuk melakukan kontomplasi, muhasabah atau instrospeki atas jejak langkah yang telah dilakukan, kalau-kalau ada yang harus diperbaiki, selain bahwa kecewa juga dapat menjadi kesempatan bagi kita melatih kesabaran, pengendalian diri dan keimanan akan takdir Allah, lalu dengan lirih dapat kita ucapkan, ‘Qadarallah, maa syaa’a faal….”
_Abdullah_Haidir_